31 C
Jakarta

Handhalah dan Naji Al-Ali: Simbol Perlawanan yang Abadi (Bagian I/2)

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahUlasan Timur TengahHandhalah dan Naji Al-Ali: Simbol Perlawanan yang Abadi (Bagian I/2)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Terkadang, memperingati kematian jauh lebih mengharukan dari pada memperingati kelahiran. Beragam rasa berkecamuk sulit dibahasakan, semua keluh kesah tumpah menjadi genangan air mata. Dan air mata selalu menjadi pengingat jejak-jejak perjuangan yang tak akan pernah dilupakan, menjadi saksi atas bergugurnya para martir. Tepat pada tanggal 29 Agustus kemarin, genap 33 tahun usia kepergian Naji Al-Ali meninggalkan Palestina, tanah kelahiran yang pernah ia perjuangkan dengan sangat tulus saat masih hidup, namun kini nasibnya bak yatim piatu, tak punya tempat berpulang dan tak punya kawan untuk mengadu.

33 tahun lalu, tepatnya pada 29 Agustus 1987, Naji Al-Ali menghembuskan nafasnya yang terakhir, setelah beberapa minggu sebelumnya mengalami penembakan misterius pada bagian kepalanya. Tragedi itu berlangsung pada tanggal 22 Juli 1987, saat Naji Al-Ali keluar dari mobilnya dan membawa beberapa karikaturnya (yang merupakan karikatur terakhir sebelum akhirnya ia meninggal) menuju kantor berita tempat dia bekerja, Al-Qabas di London.

Penembakan itu hingga kini terus menjadi mesteri, beragam spekulasi dan teori terus bermunculan, namun sesungguhnya tak ada yang benar-benar bisa mengungkap siapa di balik penembakan tersebut. Selain Mossad, yang menjadi sasaran utama pembunuhan berencana ini, dugaan-dugaan lain juga diarahkan kepada beberapa elit dari otoritas Palestina. Yang jelas, penembakan itu adalah aksi pembunuhan terencana yang pastinya dikendalikan oleh kekuatan besar di balik suatu rezim yang kepetingannya terganggu oleh suara-suara kritis Naji Al-Alimelalui karikatur-karikaturnya.

Seorang penulis Palestina, Dr. Basim Sarhan, mengungkapkan sebuah kesaksian dalam tulisannya yang berjudul, Amanah Min Naji Al-‘Ali bahwa Naji pernah mengatakan kepadanya “aku ingin menitipkan amanah kepadamu, jika nanti aku terbunuh, maka yang berada di balik rencana pembunuhan itu adalah Yasir Arafat”.

Tak hanya itu, dalam bukunya yang berjudul Akalahu Al-Dzi’b: Al-Sirah Al-Fanniyah Li Al-Rassam Naji Al-‘Ali, Shaker Al-Nabulsi mengungkapkan perihal ancaman yang datang dari otoritas Palestina. Karena beberapa minggu sebelum tragedi penembakan, disebutkan bahwa Naji sempat bertemu dengan salah satu petinggi dari otoritas Palestina yang memintanya untuk mengubah gayanya dalam menggambar karikatur. Tapi sayangnya, justru Naji malah semakin gencar melakukan serangan dan kritikan pada Yasir Arafat lewat publikasi karikaturnya.

Bahkan dalam bukunya, Al-Nabulsi juga mengatakan bahwa penyair Palestina, Mahmoud Darwish sempat memperingati Naji dengan sangat keras lewat komunikasi telepon untuk bersikap lebih lunak agar tidak membahayakan nyawanya. Dan seperti biasa, Naji bergeming.

Penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian Inggris sampai pada kesimpulan bahwa terduga pelaku penembakan Naji Al-Ali adalah orang yang terafiliasi dengan PLO sekaligus memiliki hubungan dengan jaringan Mossad Israel, yaitu pemuda bernama Basyar Samarah. Tapi pengungkapan hasil penyelidikan ini tidak benar-benar membuat misteri pembunuhan Naji tuntas. Tragedi Naji selamanya akan terus menjadi misteri..

Mengenal Naji Al-Ali

Naji Al-Ali lahir di desa Al-Syajarah, pada tahun 1936, salah satu kawasan Palestina yang pada peristiwa Nakbah 1948 para penduduknya mengalami eksodus, termasuk Naji dan keluarganya. Mereka akhirnya menjadi pengungsi dan hidup di kamp-kamp kumuh di kawasan Ain Hilwah, Libanon. Pada masa-masa ini, kepekaan dan ketajaman intuisi Naji semakin terasah seiring dengan keterlibatannya dalam berbagai aksi dan gerakan-gerakan demonstrasi. Akibat dari keberaniannya itu, ia bahkan pernah beberapa kali dijebloskan ke penjara di Libanon.

Tak hanya itu, kerasnya hidup sebagai pengungsi dan hancurnya harapan untuk bisa segera kembali ke tanah kelahirannya, kian membuat Naji semakin gelisah dan resah. Di sela-sela aktif dalam gerakan politik bersama penduduk lainnya lewat aksi-aksi demonstrasi, Naji juga mulai mengembangkan bakatnya dalam menggambar. Kelak, bakat ini akan mengantarkan dirinya menjadi salah satu karikaturis terbaik yang pernah dimiliki bangsa Arab.

Pada periode berikutnya, pandangan-pandangan kritis Naji semakin ramai menghiasai media massa Arab yang tersebar di banyak negara. Gagasan-gagasannya tidak berupa tulisan, tapi justru berupa karikatur-karikatur yang dia ciptakan. Karikatur-karikatur tersebut justru membawa efek yang besar bagi kesadaran bangsa Arab dan cukup menyita perhatian rezim-rezim penguasa, terutama para elit Zionis-Israel.

Naji memiliki kurang lebih 40.000 karikatur yang dihasilkan selama hidupnya. Rata-rata menyuarakan pandangan-pandangan politiknya yang independen, lugas, tegas dan nyaris tanpa tedeng aling-aling. Ia benar-benar membuka secara telanjang anomali-anomali bangsa Arab secara umum, tidak hanya persoalan Palestina saja. Sebab, persoalan bangsa Arab dan Palestina adalah satu dan para aktor yang bermain juga satu. Meskipun Naji memiliki tanah air untuk dibela, yaitu Palestina, tapi dalam berbagai karikaturnya ia tak segan-segan menghantam para elit Palestina, terutama pada masa-masa saat Yasir Arafat mulai terlibat dalam kesepakatan damai dengan Israel.

Bagi Naji Al-Ali, membuka diri untuk terlibat dalam perdamaian dengan Israel, sama saja dengan melucuti senjata di hadapan musuh untuk dibatai habis. Perdamaian Israel hanyalah retorika saja. Selebihnya, pembangunan pemukiman Yahudi terus berlanjut dan menggerus tanah-tanah warga Palestina. Bahkan berkali-kali resolusi PBB dikeluarkan dan berkali-kali pula diabaikan.

Wallahua’lam…

 

Musyfiqur Rahman
Musyfiqur Rahman
Mahasiswa Pascasarjana Kosentrasi Kajian Timur Tengah, UIN Sunan Kalijaga. Redaktur sastraarab.com

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru