30.1 C
Jakarta

Hagia Sophia dan Erdoganisme

Artikel Trending

KhazanahOpiniHagia Sophia dan Erdoganisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tak dapat dipungkiri Erdogan adalah salah satu pemimpin muslim terkemuka dunia saat ini. Kepiawaiannya berpolitik patut diacungi jempol dimana ia bersama partai AKP mampu memenangi pemilu mulai tahun 2001 sampai 2014. Erdogan terpilih sebagai Presiden pertama Turki yang dipilih langsung oleh rakyat. Sebelumnya, Presiden Turki selalu dipilih oleh parlemen setempat. Kini, ia tengah jadi pusat perhatian dunia lantaran Hagia Sophia yang diubahnya menjadi masjid.

Kelihaian berpolitik dalam sistem Demokrasi jauh lebih dibutuhkan dibandingkan dari sistem-sistem politik lainnya, dan Erdogan menunjukkan kapasitasnya disitu. Sehingga upaya kudeta yang dilakukan militer terhadapnya pada Juli 2016 berhasil digagalkan hanya dalam hitung beberapa jam saja.

Erdogan bukanlah politikus baru, Erdogan sudah berpolitik sejak 1994. Mengawali karirnya sebagai walikota Istanbul, dan pada 1997 Erdogan dijebloskan ke penjara hanya karena membaca sebuah puisi yang dinilai menghina sekulerisme Turki. Saat dalam penjara itulah Erdogan mencetuskan ide partai baru yaitu Partai AKP yang kemudian saat Erdogan keluar penjara ikut berkontestasi dan kemudian memenamgi pemilu Turki pada 2001.

Suksesi Ekonomi

Mengutip berbagai sumber, sejak dipimpin Erdogan, Turki menjelma menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-16 dunia dan terbesar ke-6 Eropa. PDB per kapita Turki meningkat tiga kali lipat dalam 11 tahun sejak tahun 2002, yaitu dari angka USD 3.500 menjadi USD 10.815 di tahun 2013. Pendapatan perkapita Turki saat itu melampaui dua negara Uni Eropa, yaitu Rumania dan Bulgaria.

Bukan hanya itu, capaian Erdogan lainnya juga terjadi disektor pendidikan dan infrastruktur. Anggaran penididikan meningkat dan tercatat yang tertinggi, kemudian masa wajib belajar dinaikkan dari 8 tahun menjadi 12 tahun.

Di masa Erdogan pula Turki mampu membangun lebih banyak bandara dari yang sebelumnya 26 menjadi 50. Salah satunya adalah di Istanbul yang oleh Anadolu Agency disebutkan akan menjadi satu dari tiga bandara terbesar dunia.

Selain bandara, untuk pertama kalinya dibawah kepemimpinan Erdogan Turki memiliki kereta cepat yang menghubungkan Ankara dan Eskisehir, yang mulai beroperasi tahun 2009, kereta cepat yang mampu melaju dengan kecepatan 250 km per jam.

Melampaui Sekulerisme

Kelihaian politik Erdogan bukan hanya dibidang ekonomi, infrastruktur, dan pendidikan saja tapi kepiawannya berpolitik juga dia tunjukkan dengan mengikis sekulerisme Turki secara senyap. Dimana hal yang sama juga dilakukan oleh pendahulu-pendahulu Erdogan yaitu Adnan Menderes dan Erbakan namun berakhir melalui kudeta.

Umum diketahui, Turki sejak runtuhnya Ottoman pada 1923, inisiator Turki modern Mustafa Kemal Attaturk mengikis habis pengaruh Islam dari kehidupan masyarakat Turki dan melakukan weternisasi dengan mengkampanyekan sekulerisme.

Sekulerisme yang disemai oleh Mustafa Kamal melahirkan permusuhan terhadap Islam. Sekelurisme  melindungi negara dari pengaruh agama, salah satu wujud sekulerisme Turki adalah larangan berjilbab dan memelihara jenggot.

Pernah pada 1999, anggota parlemen perempuan Merve Kavacki mencoba menguji larangan berjilbab, ia pun menghadiri sidang perdana dengan mengenakan jilbab yang menutupi rambut dan lehernya.

Atas kelakuannya itu Kavacki dipecat sebagai anggota legislativ, kewargnegaraanya pun dicabut lalu kemudian ia diusir.

Setelah sekian lama sekulerisme berlaku di Turki, kemenangan partai AKP besutan Erdogan membawa warna baru bagi perpolitikan Turki, sekulerisme dan Islam. Kemenangan AKP adalah ancaman bagi kalangan sekuleris Turki dan kemenangan bagi kalangan Islamis.

BACA JUGA  Manifesto Perbedaan Hari Raya Idulfitri, Masih Perlukah Penetapan?

Dan ternyata benar saja kemenangan partai AKP besutan Erdogan adalah harapan dari rakyat Turki yang sudah jemu dibelenggu oleh sekulerisme. Perlahan namun pasti Erdogan bersama partainya berhasil mengembalikan hak-hak warga muslim yang sekian lama dirampas oleh sekulerisme seperti hak untuk berjilbab dan memelihara jenggot.  Erdogan mencabut larangan berjilbab pada 2011 di lokasi-lokasi tertentu. Jilbab pun mulai boleh dikenakan kembali di kampus dan sekolah.

Cerita tentang suksesi Erdogan melampaui sekulerisme Turki bukanlah hoax namun nyata adanya. Adalah catatan perjalanan Prof Dr. KH. Didin Hafifuddin, M.Sc ke Turki beberapa tahun yang lalu. Beliau menceritakan Turki benar-benar berubah 180 derajat sejak dipimpin Erdogan dengan partainya AKP.

Hal yang sangat menakjubkan adalah nuansa religi rakyat Turki. Dimana masjid-mesjid sangat ramai dengan anak-anak muda yang melakukan kegiatan keislaman.

Yang lebih mengagumkan lagi adalah saat sholat subuh, masjid di Turki sangat penuh sesak dengan jamaah yang kebanyakan adalah anak-anak muda. Hampir mirip dengan suasana sholat juma’t di Indonesia.

Dr Didin mengingat kembali ketika dirinya berkunjung ke Turki tahun 90-an, dimana Turki masih dibelenggu oleh sekulerisme. Jangankan shalat Subuh, ketika adzan shalat Maghrib pun tak ada yang shalat di masjid. Saat itu ia shalat hanya dengan istri beserta anak, tak ada jama’ah lain dari warga Turki yang shalat.

“Luar biasa dan yang lebih mencengangkan para pemuda Turki ke masjid dengan mobil-mobil mewah di parkir di halaman masjid” tambah Didin.

Erdogan dengan partainya AKP selain berhasil membangun kesejahteraan ekonomi untuk rakyat Turki namun juga mampu mengikis sekulersime dengan mengembalikan nilai-nilai Islam ketengah-ketengah kehidupan rakyat muslim Turki.

Erdoogan mampu menjawab cemoohan oposisi sekuler dengan pembangunan ekonomi, infrastruktur, pendidikan yang merata bagi seluruh rakyat Turki.

Mengubah Status Hagia Sophia

Dan kini fenomena Erdoganisme kembali menyeruak akibat keberanian Erdogan mengembalikan Hagia Sophia sebagai masjid.

Seperti diketahui, Hagia Sophia dibangun pada 537 M pada  era dinasti Bizantium sebagai Gereja Katedral Katolik Timur. Hagia Sophia kemudian dijadikan masjid setelah kesultanan Ottoman dibawah pimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel pada 1453 M. sejak saat itu Hagia Sophia menjadi masjid sampai tahun 1935. Kemudian saat ottoman runtuh oleh Mustafa Kamal Hagia Sophia dirubah fungsinya menjadi meseum hingga Juli 2020.

Keputusan Erdogan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid ditentang banyak pihak terutama Yunani dan Vatikan namun Erdogan tak bergeming. Walau sebenarnya Yunani dan Vatikan secara historis wajar-wajar saja bereaksi atas perubahan status Hagia Sophia.

Hagia Sophia yang sekarang berada di kota Istanbul dan sepenuhnya dimiliki Turki adalah hak Turki sebagai negara merdeka mau menajdikan Hagia Sophia itu sebagai apa.

Memakanai perubahan status Hagia Sophia antara fenomena agama dan politik. saya memilih pendapat politikus Fahri Hamzah yang melihat perubahan status Hagia Sophia sebagai fenomena politik sebab Turki adalah negara dan negara adalah Entitas Politik.

Fajri
Fajri
Alumni Universitas Muhammadiyah (UNMUHA) Banda Aceh

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru