Harakatuna.com. Bogor. Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Ishomuddin (Gus Ishom) menyatakan, penafsiran ayat-ayat jihad harus melihat penyebab turunnya ayat, sehingga seseorang bisa melihat konteksnya, tidak tekstual semata.
Hal itu disampaikan Gus Ishom saat mengisi kegiatan Halaqah Kiai dan Nyai 2017 yang digelar Pusat Studi Pesantren (PSP), Senin-Rabu (4-6/11) di Bogor, Jawa Barat. Gus Ishom membawakan tema Pemaknaan Ayat-ayat Jihad dalam Konteks Keindonesiaan dan Kemanusiaan.
Dosen UIN Raden Intan Lampung ini menerangkan, agar tidak salah menafsirkan, wajib merujuk pada kitab-kitab tafsir yang mu’tabar. Jika ternyata teks-teks fiqih dan tafsir secara tekstual menggamb arkan kekerasan, maka harus ada keberanian untuk mengutamakan kemanusiaan menuju kemaslahatan.
“Pemakaian ayat secara tekstual akan membahayakan kehidupan bernegara, terutama dalam pemahaman mengenai khilafah,” ujar Gus Ishom.
Menurutnya, akar radikalisme adalah pembacaan yang tidak memiliki syarat pemahaman. Misalnya dalam ayat-ayat jihad. Ayat-ayat jihad yang turun di Mekkah tidak bersifat qitali, sedangkan di Madinah lebih bersifat qitali.
“Di Indonesia, karena dalam situasi damai, jihad yang diterapkan adalah jihad periode Mekkah. Namun, metode jihad di Mekkah (dakwah) juga disampaikan saat di Madinah,” tutur kiai kelahiran Lampung ini. (Fathoni)