29.5 C
Jakarta
Array

Caraku Mengikat Makna, Agar Tahan Hoax

Artikel Trending

Caraku Mengikat Makna, Agar Tahan Hoax
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tak seperti dulu, harus berjalan kaki ke kantor bupati untuk cek siapa calon bupati yang bertanding dalam pemilihan. Atau malah, tak seperti ketika bapak kita melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan informasi dari surat di Kantor Pos. Akan tetapi, sekarang informasi setiap detik menunggu klik jempol kita untuk mendapatkan segala informasi yang ada di media internet kita.

Jutaan ribu informasi sudah siap menghadang kita disaat kita membutuhkan, bagaimana ketika dahulu kita kesulitan harus melakukan perjalanan yang terkadang jauh sekali untuk mendapatkan sepucuk surat sebagai salah satu sumber informasi terhadap apa yang kita cari. Memang, kecanggihan di zaman modern ini tidak bisa kita cegah apalagi kita hadang proses masuknya. Akan tetapi mungkin yang bisa kita lakukan hanya penyaringan terhadap apa yang masuk, malah terkadang dari kita yang sudah melakukan penyaringan informasi secara ketat masih saja dibohongi dengan berbagai info yang tersebar bagai kapuk dijalanan.

Sebut saja, hoax atau apalah istilah lain yang saat ini sedang rame-rame-nya kita alami. Bukan hanya informasi tentang obat yang terkadang kita tersesat informasi, contohnya dulu sangat sering ketika hoax belum menjadi pembicaraan dan dominasi kehidupan media sosial. Banyak diantara para netizen yang termakan habis dengan isu hoax atau pembohongan di media sosial.

Hal ini sejatinya menjadi lorong yang harus kita hadapi, bukan untuk dicegah atau ditolak walaupun itu berbahaya bagi kita. Yang paling dasar mungkin kita lakukan ialah meminimalisir menjadi korban hoax. Bagaimana ? Apakah bisa ? ya tetap aja bisa, walaupun tingkat pendidikan yang sudah tinggi masih saja tidak bisa terhindar dari hoax. Bisa saja terjadi, seperti baru aja kemarin kia satu negara dibohongi oleh salah satu aktivis yang mengaku menjadi korban pengeroyokan. Dengan sendirinya, melihat dari track record korban yang menjadi salah satu publik figure, berita itupun menyebar ke seluruh kalangan untuk berkomentar, walaupun dari sebagian mereka sudah mengklarifikasi kebenaran informasi tersebut kepada korban. Masih saja tetap menjadi korban hoax, padahal korban hanya melakukan operasi plastik diwajahnya.

Sontak saja, ketika kebohongan tersebut terbongkar semua kalangan merasa dibohongi, menjadi bodoh berjamaah seketika. Karena yang menjadi korban hoax ialah para jenderal hingga tokoh nasional yang notabene sudah mengampu pendidikan sangat tinggi, masih saja merasa dibodohi dan dibohongi dengan isu yang dibuat oleh pelaku.

Hal inilah yang sejatinya menjadikan hoax seperti bola yang selalu menggelinding ketika kebohongan dan kebencian digulirkan, tak memandang kelas sosial ataupun tingkatan pendidikan. Kalau itu tidak dipahami dan melakukan klarifikasi secara jelas dan dengan kepala dingin, bukan hanya akan membuat gaduh tapi akan menjadi peristiwa yang membodohkan secara berjamaah.

Salah satu cara yang mungkin bisa dijadikan alternatif ampuh dalam menghadapi hoax ialah kita kurangnya meresapi informasi tidak dengan menangkap makna. Padahal, seperti yang diungkapan Hernowo sebagai bapak makna Indonesia, bahwa membaca dapat digunakan untuk merasakan kasih sayangNya yang amat melimpah dan membagikan hal tersebut dalam bentuk tulisan. Menurutnya membaca adalah bentuk kasih sayang Tuhan, menaikkan derajat diri,  menggerakkan tubuh dan jiwa, eksis dan mengetahui banyak hal, mendaki tangga kualitas kehidupan, menyelidik kebenaran, membantu totalitas diri, menuju pengetahuan baru, bertemu para tokoh, dan bersentuhan dengan pemikiran penulis lainya.

Membaca bukan hanya untuk mencari informasi, akan tetapi ketika membaca kita juga dituntut untuk mencari, meneliti dan membandingkan makna yang terkandung dalam buku atau informasi tersebut. Jangan sampai, kita menelan mentah-mentah segala informasi yang ada dan tanpa melakukan pembandingan, kita secara sepihak melakukan pembenaran sehingga seolah kita sudah mendapatkan informasi secara baik dan benar, padahal tidak.

Maka dari itu, hal yang krusial dalam menghadapi zaman hoax seperti sekarang kita harus lebih kritis dan tidak melakukan pembenaran secara sepihak terhadap apapun, biar kita tahan hoax dan hidup kita tidak selalu berisi perkelahian melulu.

Wallahua’lam bish-shawaab

[zombify_post]

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru