26.1 C
Jakarta

Cara Buya Syafii Maarif Melihat Islam

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanCara Buya Syafii Maarif Melihat Islam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Islam itu agama semitik yang sampai detik ini masih tetap eksis di tengah-tengah masyarakat, tak terkecuali di Indonesia. Islam dikenal sebagai agama yang dibawa dan diperkenalkan oleh Nabi Muhammad Saw. kepada semua orang, entah muslim maupun non-muslim. Islam yang dibawa Nabi Saw. memiliki prinsip rahmatan li al-alamin, penebar kasih sayang bagi semesta alam.

Prinsip dasar tersebut sering dilupakan oleh orang Islam sendiri. Tak heran, jika sering ditemukan orang Islam yang, jika meminjam bahasa Prof. Said Aqil Siradj, “kalab” bukan “karib”. Orang Islam semacam ini sering mengedepankan egonya sendiri, sehingga cenderung mudah marah dibandingkan bersikap ramah kepada orang lain. Orang Islam yang begini juga merasa menjadi Tuhan di tengah-tengah alam semesta, merasa paling benar, merasa paling dikultuskan, bahkan merasa yang lain adalah kesesatan.

Islam makin ke depan bukan makin diterima oleh orang non-muslim, malah makin dijauhi mereka. Sebab, orang non-muslim menduga, Islam itu agama yang menghendaki kekerasan, menyulut permusuhan, dan menghilangkan persatuan. Akibat dari munculnya orang Islam garis keras yang berwajah teroris, Islam disebut oleh kalangan non-muslim sebagai agama teroris, padahal Islam dan terorisme itu berbeda, bahkan tidak pernah bertemu. Islam malahan mengutuk terorisme.

Untuk menghadirkan Islam yang dikehendaki Nabi Saw., Buya Syafii Maarif, tokoh muslim di Indonesia sekaligus pendiri Maarif Institut menyebutkan, Islam sesuai dengan artinya merupakan agama yang menyerahkan diri kepada Yang Mutlak, Tuhan. Islam itu juga dapat dipahami sebagai agama yang menyelamatkan—yang sebenarnya ini—terambil dari akar katanya salima dan aslama yang berarti menyelamatkan. Maksudnya, orang Islam, di samping menyerahkan diri kepada Tuhan, harus menyelamatkan orang lain, lingkungan, dan alam semesta.

Islam yang menyelamatkan justru sangat menentang terorisme yang bertindak sebaliknya: melakukan aksi-aksi kekerasan berupa pengeboman yang merusak lingkungan, bahkan mengakibatkan korban berjatuhan, sementara korban itu berupa anak-anak atau orang yang tidak bersalah. Islam yang sebenarnya sangat menghormati perbedaan di antara manusia. Islam tidak melihat seseorang dari perbedaan keyakinannya. Islam lebih menyatukan perbedaan. Karena, Islam adalah agama toleransi. Tak heran, Nabi Muhammad Saw. bersikap santun dalam surah al-Kafirun ayat 6 saat berinteraksi dengan non-muslim: Lakum dinukum waliya din. Bagimu agamamu, bagiku agamaku.

BACA JUGA  Membangun Jakarta ala Anies Baswedan

Buya Syafii Maarif menanamkan sikap pluralis tersebut kepada semua orang, terlebih masyarakat Indonesia. Buya Syafii Maarif pernah di suatu kesempatan menghimbau kepada teman-teman agama lain yang beragama Kristen dan Katolik agar tidak terlalu sibuk di gereja. Mereka hendaknya memperhatikan lingkungan lain. Sehingga, dengannya lahirlah perbedaan di tengah persaudaraan dan persaudaraan di tengah perbedaan. Tentu, hal ini tidaklah mudah. Ini semua membutuhkan ketulusan dan berangkat dari konsep kemanusiaan.

Sikap Buya Syafii Maarif tentang Islam dan persatuan memang cukup diperhatikan oleh banyak orang. Tak heran, Franz Magnis Suseno, rohaniwan, menyebutkan, bahwa Buya Syafii itu termasuk seorang humanis dan rasionalis yang keduanya menyatu dengan prinsip keislamannya. Dia merasa orang Islam, merasa orang Indonesia, dan merasa juga terlibat serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan semua bangsa. Dia sangat menyadari Allah adalah Tuhan yang Pengasih sehingga agama Islam harus menyatakan diri sebagai kebaikan di tengah-tengah semesta. Hal ini sesuai dengan prinsip Islam, rahmatan li al-alamin, jadi rahmah bagi semua orang, termasuk non-muslim.

Menghadirkan Islam yang rahmah di tengah-tengah semesta merupakan tantangan tersendiri. Buya Syafii Maarif membuktikannya dan itu terbukti diterima di segala lapisan, baik yang muslim maupun yang non-muslim. Islam yang rahmah melekat dalam kepribadian Buya Syafii Maarif. Pemikiran-pemikirannya terus dikaji tak ubahnya pemikiran guru bangsa Gus Dur yang tetap eksis sampai sekarang, bahkan di masa mendatang. Pemikiran Islam yang rahmah akan terus abadi, sedangkan pemikiran yang ekstrem akan hancur pada akhirnya.[] Shallallah ala Muhammad.

*Tulisan ini merujuk kepada gagasan Buya Syafii Maarif yang disampaikan di akun YouTube DAAI TV Indonesia

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru