26.1 C
Jakarta

Belajar Konsisten Menulis dari Cak Nun

Artikel Trending

KhazanahBelajar Konsisten Menulis dari Cak Nun
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Salah satu intelektual muslim Indonesia yang masih terus menulis adalah Emha Ainun Nadjib. Cak Nun, sapaan akrabnya, getol menulis sejak muda. Kalau kita hendak membaca biografi singkatnya, kita akan tahu bahwa beliau menulis sejak tahun 1970-an, ketika beliau berusia masih 20-an.

Banyak gelar atau sematan yang diberikan kepada Cak Nun; cendekiawan, intelektual, budayawan, seniman, penyair, sastrawan, kiai, hingga aktivis sosial. Dari sekian banyak status yang diberikan masyarakat kepada beliau, saya dengan mantap menyebut bahwa titik tolak Cak Nun melakukan serangkaian aktivitasnya adalah menulis.

Cak Nun adalah sosok yang sangat egaliter dan tidak haus akan popularitas serta puja-puji publik. Maka, ketika terdapat banyak status yang disematkan pada dirinya, saya amat yakin itu bukan karena beliau sendiri yang berikrar, tapi murni pengapresiasian dari masyarakat berkat sejumlah karyanya.

Membaca Cak Nun

Kalau kita mau belajar menulis, terkhusus bagaimana agar rajin dan produktif menulis, Cak Nun adalah salah satu maestronya. Beliau tidak berhenti menulis. Bagaimanapun medium penulisannya, wacana pemikiran beliau tidak mati.

Dulu, ketika koran dan majalah masih riuh dicetak dan para penulis berlomba untuk mengirimkan tulisannya, Cak Nun sudah mengambil bagian. Tulisannya tertuang di banyak koran dan majalah pada saat itu, sebutlah Tempo, Kompas, Horison, dan Panji Masyarakat.

Cak Nun merupakan intelektual yang punya pemikiran luas dan mendalam, mencakup ragam keilmuan dan pemikiran. Maka dari itu, karya tulisnya pun beraneka ragam. Karya sastra seperti puisi, cerita pendek, dan naskah drama adalah produk pemikiran kreatifnya. Termasuk esai yang merupakan titik tengah antara fiksi dan non-fiksi, Cak Nun pun lihai menulisnya.

Berkat kedalaman intuisi, pengalaman dan bacaan yang luas akan teks dan konteks, membuat Cak Nun amat kaya perspektif. Ia bisa mempertemukan berbagai disiplin kajian ilmu dalam satu teks; entah sosial, politik, dan agama, ataupun filsafat, budaya, dengan ekonomi dan pendidikan. Itulah yang membuatnya mampu menulis karya yang tidak sederhana, tapi mewah dengan sajian ilmu yang luas dan penuh makna.

Membaca tulisan Cak Nun kita seperti diajak berjalan-jalan jauh mengarungi cakrawala dunia yang begitu luas. Kita seakan-akan menembus batas pengetahuan diri dan menerobos dengan halus sekat-sekat ketidaktahuan. Mengenali dunia dengan aneka istilah dari macam-macam spektrum pemikiran.

Perpaduan kekayaan kecerdasan intelektual, emosional, serta spiritual menjadikan tulisan Cak Nun ibarat orkestra pertunjukan yang gemerlap tapi sarat akan makna dan perenungan. Megah dan mewah, tapi tidak malah angkuh dengan kebesaran itu, justru mengajak hanyut dan larut dalam samudera pemaknaan hakikat.

Karya Cak Nun mampu melampaui zaman. Pribadi dan karya Cak Nun yang otentik selalu hadir bagai oase di tengah gegap gempita kehidupan. Tulisan yang ia sodorkan sekian puluh tahun lalu tetap terasa relate dengan kehidupan kini. Bahkan, di saat orang-orang semakin sibuk berpikir bagaimana meningkatkan penghasilan dan produktivitas, otentisitas Cak Nun mampu menyihir bahwa kita sebagai manusia harus menelisik dalam tentang hakikat diri.

BACA JUGA  Mungkinkah Skill Menulis Seseorang Menghilang?

Sekarang, di saat teknologi informasi terus berkembang dan maju menguasai geliat hidup manusia, Cak Nun terus produktif menggoreskan pemikirannya. Kita bisa dengan mudah mengakses situs caknun.com untuk membaca esai-esai Cak Nun. Di sana, Cak Nun produktif menulis banyak hal, baik yang aktual maupun timeless.

Seolah tidak ada kata mati dalam berkarya, buku-buku karya Cak Nun terus terpajang di etalase toko buku konvensional dan toko buku online. Esai-esainya yang terkumpul dari zaman dulu hingga sekarang, terus direproduksi penerbit buku. Pemikirannya seakan terus relevan dengan segala perkembangan konteks kehidupan.

Belajar dari Cak Nun

Cak Nun, memulai dari menulis, kemudian merambah pada sekian banyak bentuk karya, adalah salah satu tokoh yang kita harus banyak belajar darinya. Baik melalui kedalaman kepribadian yang punya komitmen dan konsisten, maupun beragam produk karyanya, sama-sama patut diselami.

Keteguhan dan konsistensi Cak Nun dalam menulis adalah satu teladan yang bisa kita petik darinya. Menulis terus dan terus menulis. Sejak sangat muda hingga sekarang sudah mulai berusia, Cak Nun terus menulis. Tidak berhenti. Buah kontemplasi dalam ekspresi lisan dan tulisannya selalu menjadi refleksi tepat suatu kondisi.

Ketelatenannya menguliti fenomena masyarakat dari berbagai sisi adalah kepandaian Cak Nun. Kemampuan seperti itu tidak bisa dimiliki setiap penulis, walau mungkin banyak penulis belajar seperti itu. Helicopter view alias melihat segala sesuatu dari jauh, memandang dari banyak aspek dan perspektif adalah kecerdasan tiada dua yang ditawarkan seorang penulis seperti Cak Nun.

Bahan bakar Cak Nun dalam menulis adalah kepekaan batinnya membaca realitas masyarakat. Masyarakat kelas atas yang pergumulannya tentang politik dan bisnis, juga masyarakat di bawah yang sehari-hari peluhnya penuh karena pergi ke sawah dan kebun, semua berhasil ditangkap Cak Nun. Ia capture semua itu dalam balutan tulisan yang komprehensif lagi terang benderang.

Lebih dari itu semua, apapun keunggulan tulisan Cak Nun, satu hal yang benar-benar harus kita teladani adalah konsistensinya dalam menulis. Tidak pernah padam ditelan kelelahan. Tidak pernah surut ditendang oleh kemajuan zaman. Cak Nun sebagai intelektual yang humanis mampu visioner dan adaptif terhadap segala bentuk perubahan.

Tulisan demi tulisan terus dilahirkan. Buku demi buku terus diterbitkan. Di usianya yang tidak lagi muda, ia masih rutin mengelilingi Indonesia untuk mengajak semua orang berdiskusi dan merumuskan kebaikan dan keindahan bersama di atas kebenaran.

“Konsistensi adalah kunci,” mungkin itulah pelajaran menulis dari Cak Nun kalau kita peras menjadi perasan terkecil.

Akbar Malik
Akbar Malik
Mahasiswa FIB Undip. Menyukai isu keberagaman, kemanusiaan, dan kebudayaan. Sesekali menulis esai di sejumlah media online.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru