26.7 C
Jakarta

Bahaya Lisan Menurut Imām al-Ghazali dalam Kitab al-Arba‘in Fī Ushuliddīn

Artikel Trending

Asas-asas IslamAkhlakBahaya Lisan Menurut Imām al-Ghazali dalam Kitab al-Arba‘in Fī Ushuliddīn
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pada hakikatnya manusia diciptakan dalam keadaan fitrah, namun banyaknya perbuatan-perbuatan yang dapat membuat hati kotor, dengan banyaknya pergaulan dalam kehidupan dapat menjurumuskan kita dalam sifat ria, iri dan dengki, Imam Ghazali berpendapat bahwa dengan banyak nya pergaulan akan menjdi pemicu hati kotor, namun perlu dipahami bahwa pergaulan disini berbeda halnya dengan pergaulan bersama alim Ulama, yang mana jika dalam perkumpulan itu terdapat majlis ilmu.

Hati yang kotor salah satunya disebabkan oleh lemah nya iman, terutama diakibatkan oleh lisan, karena lisan seperti pedang, disini dapat dilihat betapa bahayanya lisan ketika berbicara, kebohongan-kebohongan yang diucapkan oleh lisan serta mengunjing orang lain atau ghibah yang berasal dari lisan.
Sebagaimana Allah berfirman dalam surat, al-Nisa ayat 114 sebagai berikut.
۞ لَا خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ اِلَّا مَنْ اَمَرَ بِصَدَقَةٍ اَوْ مَعْرُوْفٍ اَوْ اِصْلَاحٍۢ بَيْنَ النَّاسِۗ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ اَجْرًا عَظِيْمًا

Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.

Menurut Imam al-Ghazali dalam Kitab Arba’in fi Ushul al-Din Yang dimaksud adalah janganlah berbicara jika tidak bermanfaat, dan bicarakanlah pada hal-hal yang penting, maka akan mendapat keselamatan, selanjutnya, keteuhilah perkara bencana yang menimbulkan dosa ialah : berbohong, ghibah, ingin dipuji dan banyak bercanda. Maka tidak lepas seorang hamba yang berbohong dan berusaha untuk terus berbohong sampai Allah akan menetapkan dirinya sebagai seorang pembohong, bahwa berbohong itu haram dalam segala perkara, kecuali dalam keadaan darurat, sebagaimana seorang wanita kepada anak kecil.

Namun terdapat keringanan apabila berbohong itu lebih baik daripada jujur seperti dalam perkara dibolehkan bagi sesorang yang apabila meninggalkan perkara itu akan mendapatkan perkara yang bahaya akan datang apabila tidak melakukannya seperti memakan bangkai, sebagaimana dikatakan oleh Ummu Kultsum r.a, Rasulullah SAW tidak memberikan keringanan dalam kebohongan kecuali tida perkara:
– Seseorang yang berkata dalam maksud kebaikan
– Seseorang yang berkata dalam peperangan, disini dapat digaris bawahi disini guna melindungi seseorang dari lawan
– Dan seorang suami yang berbicara kepada istri (berkata baik kepada istri agar tidak menyakiti hatinya).

Menurut Imam Ghazali, ghibah secara istilah berarti tidak hanya melakukan pengungkapan aib seseorang secara lisan, melainkan termasuk pula pengungkapan melalui perbuatan, seperti melalui isyarat tangan, mata, tulisan, cerita dan sebagainya yang dapat dimengerti maksudnya. Di antara aib tersebut adalah kekurangan seseorang pada tubuh, keturunan, akhlak, perbuatan, ucapan, agama, pakaian, tempat tinggal,kendaraan, dan lain sebagainya, begitupulah dengan seseorang yang mendengarkan ghibah yang terkadang tampak jelas menyukai dari perkatan seorang yang ghibah sampai bertambah semangatnya dalam ghibah (Imam al-Ghazali Kitab al-Arba’in Fi Ushul al-Din Beyrut hlm.84-85)

BACA JUGA  Ingin Menjadi Pribadi Mulia, Lakukanlah 3 Hal ini

Akibat dari ghibah ialah dapat melukai hati seseorang, menimbulkan permusuhan, mengacaukan hubungan kemasyarakatan, dan memunculkan rasa saling curiga, berbagai potensi dampak ini kemudian mendorong Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa terkait gosip atau gibah di media social (Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 24 Tahun 2017, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, hlm. 1-20) adanya fatwa dari lembaga Majelis Ulama Indonesia tidak lantas menghentikan perilaku masyarakat dalam bergosip baik melalui media sosial maupun secara langsung. Membicarakan keburukan sesama manusia seolah telah menjadi sebuah kewajaran di masa kini dengan adanya tayangan-tayangan yang menyajikan acara gossip, Sebagaimana dalam surat al-Hujurat ayat 12.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.

Sama halnya dengan pendapat Yusuf Al Qardhawi mengharamkan ghibah Karena ghibah merupakan perbuatan yang menunjukan kelicikan Ini menunjukan kelicikannya, sebab sama dengan menusuk dari belakang, sikap semacam ini salah satu bentuk daripada penghancuran. Sebab pengumpatan ini berarti melawan orang yang tidak berdaya. Ghibah disebut juga suatu ajakan merusak, sebab sedikit sekali orang yang lidahnya dapat selamat dari cela dan cerca (Yusuf Al Qardhawi, Al Halal Wa al Haram Fi al Islam, hal. 305).
Namun dalam beberapa hal tertentu, ada bentuk ghibah yang wajib untuk di lakukan, seperti hal nya menggungkapkan keburukan orang lain saat menjadi saksi di pengadilan. Namun dalam hal ini penulis tidak membahas mengenai tentang kewajiban seorang saksi.

Ulfah Nur Azizah
Ulfah Nur Azizah
Mahasiswi Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Pegiat Kajian Keislaman dan Al-Qur'an, dan Muballigh Koordinasi Dakwah Islam DKI Jakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru