33 C
Jakarta

Anomali Pemberantasan Radikalisme

Artikel Trending

Milenial IslamAnomali Pemberantasan Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Radikalisme tak ada habisnya menggerogoti umat beragama di negeri Indonesia, pelbagai tuduhan kaum ekstremis di lingkaran kelompok-kelompok Islam radikal mengatakan, isu tersebut memang sengaja diproduksi oleh aparatur negara. Dalam hal ini, pemerintah sebagai pihak berwenang, dan yang sedang berkuasa memimpin atas kendali kekuasaan.

Persepsi yang mengakar di lingkaran kelompok-kelompok Islam radikal, isu yang paling sentral di negeri ini yaitu ketimpangan sosial ekonomi, bukan radikalisme. Prasangka buruk tersebut, dapat kita garis bawahi bahwa statement mereka membuktikan pemahaman, pemikiran; atau ideologinya mengarah terhadap ekslusivisme, dan transnasionalisme Islam.

Seiring kemajuan teknologi informasi, ragam media sosial menjadi pintu senyap indoktrinasi radikalisasi agama yang menyasar generasi milenial, termasuk yang memiliki pemahaman agama yang dangkal. Celah itu dengan mudah mereka terpapar, dan mampu bertindak main hakim sendiri diakibatkan pengaruh ideologi yang cukup ekstrem-fundamental.

Menurut Bahasan, benih-benih radikalisme bisa terlihat dari pelbagai postingan maupun komentar di media sosial yang cenderung pada ujaran kebencian, provokasi, kasar, dan lain sebagainya. Sehingga penegakan hukum dan tim siber perlu bekerja keras dalam mencegah paham-paham radikal yang bertebaran di internet atau media sosial.(sumber: antaranews.com, 06/08)

Media sosial seakan-akan menjadi kehidupan nyata pertumbuhan radikalisme-terorisme, sama seperti adanya asap tak mungkin jika tak ada api. Tentunya, kelompok radikal yang memiliki cara pandang yang tekstual terhadap teks-teks Islam. Khamami Zada (2002) dalam penelitiannya, menegaskan organisasi yang radikal. Ialah, Laskar Jihad, Fron Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, dan Majelis Mujahidin. Selain itu, ada juga Khilafatul Muslimin.

Ciri-ciri kelompok radikal Islam itu ada, adalah munculnya gelombang kritik destruktif terhadap negara, berkeinginan menegakkan syariat, khilafah, dan negara Islam Indonesia (NII), serta mereka berani membenturkan agama dengan negara. Seperti halnya, Pancasila versus Khilafah, UUD 1945 versus al-Qur’an, dll. Oleh karena itu, arus radikalisme akan selalu berkembang di negeri ini selama tak ada tindakan dari aparatur negara.

Menangkal Radikalisme

Banyak macam tentang radikalisme menurut versi dutadamai.id (2020): Pertama, radikalisme keyakinan, ini memiliki karakter mengkafirkan segala hal yang tidak sejalan dengan keyakinan mereka. Kelompok ini cenderung merasa setiap tindakan orang lain salah, dan dengan gampang menggolongkan orang lain sebagai orang kafir yang dianggap tidak akan masuk surga kecuali kelompoknya sendiri.

Kedua, radikalisme tindakan, ini memiliki karakter menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kemenangan atau memenuhi hasratnya dengan sebuah tindakan yang mengatasnamakan agama, dengan berdalih bertindak atas dasar agama mengganggap seluruh tindakannya paling benar walau dengan cara kekerasan, dan pembunuhan, hingga pengeboman sekali pun.

Ketiga, radikalisme politik, ini memiliki karakter dengan tujuan menginginkan perubahan ideologi negara dengan tujuan agar mereka dapat berkuasa, dan menjalankan sistem pemerintahan yang dianggap benar oleh kelompok mereka. Kelompok ini cenderung menilai Pancasila sebagai sumber terhambatnya pembangunan negara, baik dari sisi sumber daya  manusia, infrastruktur maupun kesejahteraan masyarakatnya.

Pada kenyataannya, semua jenis radikalisme memang benar adanya mulai dari merongrong kekuasaan negara, mengkafirkan umat Islam di luar kelompoknya, dan menghina ulama yang berbeda dalam persoalan siyasah (negara) maupun khilafah (institusi). Fenomena maraknya radikalisme semakin berani unjuk gigi di setiap kanal media sosial.

BACA JUGA  Iran: Antara Stigmatisasi Syiah dan Tersingkapnya Topeng Kemunafikan Wahabi

Youtube, misalnya, adalah media sosial yang teridentifikasi sarang tumbuhnya radikalisme. Kelompok pengasong khilafah tahririyah alias Hizbut Tahrir di Indonesia tak pernah absen mengulas isu khilafah. Bahkan, setiap ada persoalan di negeri ini solusinya adalah khilafah. Sungguh ide mereka sangat membuat kita jengkel, dan marah. Karena itu, menciptakan suasana yang resah.

Radikalisme dalam bentuk apa saja mampu membuat masyarakat ketakutan, sebab, dari radikalisme. Seseorang bisa mengarah pada terorisme; atau paham transnasional lain yang bertentangan dengan Islam. Maka dari itu, negara, hukumnya fardu ain menegakkan, dan melawan kaum ekstremis yang masih bersikap keras/radikal terhadap negara.  Kelompok radikal sangat pandai, dan menggunakan agama tertentu untuk menjustifikasi keyakinan semua orang yang tidak sejalan dengan pemikirannnya.

Agenda Preventif

Selain negara mempunyai agenda preventif untuk mengkonter Islam radikal-teroristik, juga dapat menggunakan sarana media sosial sebagai obat penangkalnya. Konteks yang dinarasikan, adalah Islam damai, bukan Islam radikal yang melekat pada ekstremisme kekerasan (violence extremism). Yang sebenarnya Islam sendiri tak mengajarkan hal tersebut.

Alexander (2020) mengatakan, media salah satu alat tempur mempunyai peranan penting dalam menggiring opini publik, sehingga diharapkan dapat memberikan informasi deradikalisasi yang tepat sebagai pembelajaran ke seluruh publik yang ada. Dalam artian, konten kontra narasi radikalisme, dan terorisme. Paling tidak, kita dapat menggunakan sarana media atau media online untuk mempersempit ruang gerak paham radikal.

Salah satu cipta karya yang dikelola generasi Indonesia adalah Harakatuna Media, yang memiliki media online Harakatuna.com. visi-misinya mengkampanyekan semangat Islam dan kebangsaan guna menangkal wacana-wacana radikalisme di kehidupan nyata, dan dunia maya. Ide di setiap konten menawarkan solusi pada negara, agar radikalisme tak hanya dicegah oleh aparat saja. Namun, juga oleh generasi milenial.

Aparatur negara dapat menggunakan pendekatan hukum dengan menjerat pelaku penyebaran radikalisme, baik di lembaga pendidikan maupun media sosial. Sedangkan masyarakat bisa memakai internet atau media sosial untuk membangun literasi melalui tulisan yang kontra produktif, kibijakan tersebut setidaknya membuat negara terbantu menyelesaikan persoalan-persoalan paham radikal yang masih merajalela di negeri ini.

Keberhasilan kelompok Islam radikal adalah mempropaganda gerakan hijrah lewat literatur keagamaan yang ekstrem pada generasi milenial; atau kaum terpelajar. Untuk itu, penguatan literatur keislaman harus juga lebih masif disebar-luaskan sebagai upaya menangkal radikalisme. Terutama, di lembaga-lembaga pendidikan formal maupun non-formal.

Islam rahmatan lil ‘alamin merupakan langkah strategis menangkal paham-paham radikal-teroristik, sosialisasi keislaman ramah harus menjadi agenda rutin sebagai bentuk deradikalisasi radikalisme, agar ideologi mereka tak ada lagi di Indonesia. Kerjasama aparatur negara dengan masyarakat harus menjadi  pilihan efektif untuk menangkal paham-paham radikal.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru