29.9 C
Jakarta

Serial Pengakuan Eks ISIS (XVI): Amy Menyesal Hijrah ke Suriah

Artikel Trending

KhazanahInspiratifSerial Pengakuan Eks ISIS (XVI): Amy Menyesal Hijrah ke Suriah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sebut saja saya Amy. Saya perempuan Indonesia tulen. Ayah dan Ibu saya asli Indonesia. Saya pun lahir di Indonesia. Dari kecil saya bermain dengan teman-teman yang sama-sama tinggal di Indonesia. Indonesia telah merupa kenangan yang amat sulit terlupakan.

Begitu remaja saya nikah. Tuhan kasih saya dua buah hati: satu berusia dua puluh satu tahun, sedang satunya lagi berusia lima tahun. Sekeluarga tetap memilih Indonesia sebagai satu-satunya tempat berteduh, tempat menyemai perdamaian, bahkan tempat membingkai kemaslahatan.

Sayang, kesedihan tak semudah itu saya lupakan. Kala itu saya sekeluarga sangat mengimpikan suasana kehidupan masa Nabi Muhammad Saw. sehingga saya termakan informasi yang sesat di media sosial.

Informasi itu diterima dari salah seorang kelompok ISIS Suriah. ISIS janjinya akan menghadirkan kehidupan masa Nabi Muhammad Saw. di era milenial sekarang. Saya yang tidak begitu banyak mengetahui paham yang didirikan oleh Abu Bakar al-Baghdadi ini membuat saya terperangkap dalam propagandanya.

Saya sekeluarga waktu itu lebih memilih meninggalkan Indonesia hijrah ke Suriah, tepatnya Raqqah, satu-satunya tempat ISIS berkuasa. Katanya, kehidupan di Suriah sangat menyenangkan, fun, segala kebutuhan tersedia dengan lengkap, apalagi gratis lagi. Saya pun ikut tergiur dengan gimmick yang terlihat indah di permukaan.

Tragisnya, setelah saya menghabiskan banyak waktu dan menguras banyak tenaga menyusuri perjalanan panjang mulai dari bandara Soekarno-Hatta sampai transit di Turki dan akhirnya sampai juga di Suriah, saya sudah dibuat kecewa sejak kali pertama di sana. Kekecewaan itu, salah satunya, begitu handphone saya dirampas dengan modus agar tidak diambil oleh tentara.

Lebih dari itu, saya kecewa ternyata fasilitas yang disediakan sangat menyedihkan. Semua pendatang, termasuk saya, disediakan tempat tidur lesehan, apalagi tempatnya kotor. Saya sudah tidak kerasan menghabiskan waktu semalam saja di sana. Kekecewaan itu semakin bertambah, hingga kemudian menjadi-jadi begitu semua pendatang diminta biaya listrik, listrik sering padam, dan pelayanannya tidak sopan.

Kenyataan yang terlihat di depan mata sungguh berbalik seratus delapan puluh derajat saat saya mengingat janji-janji ISIS dulu. Saya jelas di-“pe-ha-pe”-in. Saya tidak tahu lagi harus berbuat apa. Karena, menghindar dari ISIS diklaim kafir, sedang orang kafir, bagi ISIS, halal dibunuh. Tragis banget!

Saya hanya menelan ludah, sembari merapal doa. Setiap hari saya hanya dihantui dentuman bom yang diledakkan tidak jauh dari tempat tinggal saya. Mulanya saya kaget. Makin lama, sudah mulai terbiasa. Tapi, tetap saya merasa resah. Karena, itu bukan sebuah ketenteraman yang saya rindukan. Itu bukan ketenteraman yang saya baca pada sirah, kisah kehidupan Nabi Muhammad Saw. di buku-buku sejarah.

BACA JUGA  Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XXXV): Eks Napiter Mahmudi Kini Memilih Jalan Hidup Sebagai Pengusaha

ISIS di sisi lain juga mewajibkan para wanita memakai niqab, cadar yang harus menutupi sekujur tubuh kecuali kedua mata. Sedang, pakaiannya harus berwarna hitam. Pakaian yang diinginkan ISIS semuanya murni dibeli dengan uang sendiri. Saya kehabisan uang karena dipaksa beli kebutuhan hidup semacam itu di sana.

Soal pakaian, ISIS sangat memerhatikan dengan sangat ketat. Dilarang wanita memperlihatkan lekuk tubuhnya. Saya pernah melihat seorang wanita hamil, sedang perutnya terlihat buncit. Maklum, kan? Karena itu, perut yang makin membesar terlihat di tengah pakaian longgarnya. Sayang, ISIS menegur wanita itu dengan kata-kata kasar, kurang mendidik, dan menyakitkan. Padahal, wanita hamil itu sedang dalam keadaan yang darurat dan butuh support.

Saya sekeluarga makin gelisah. Saya berpikir keras hengkang dari Suriah. Tapi, keinginan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena, ketahuan kabur dari ISIS adalah nyawa taruhannya. Berkat doa dan usaha, saya sekeluarga mendapat celah untuk keluar meninggalkan Suriah dan kembali menghirup udara Indonesia yang sangat menyegarkan.

Saya menyesal meninggalkan Indonesia karena termakan propaganda ISIS yang tidak manusiawi. Saya sadar, penyesalan ini timbul ketika sesuatu itu pergi. Kini saya tidak lagi menyia-nyiakan cinta tanah air Indonesia. Cinta ini begitu kuat dalam hati saya. Indonesia mencintai tanpa mengharap balasan. Sungguh sejati cintamu, Indonesia![] Shallallah ala Muhammad.

*Tulisan ini dinarasikan dari cerita Amy yang dimuat di merdeka.com

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru