34 C
Jakarta

Ada HTI di Tubuh FPI

Artikel Trending

Milenial IslamAda HTI di Tubuh FPI
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Masih segar ingatan kita, tiga setengah tahun lalu, ketika Indonesia mengalami cuaca politik paling buruk selama pasca-reformasi. Relasi baik negara dengan agama, yang disulam para intelektual pembaharu, bak remuk begitu saja. Di kalangan umat Islam terjadi perseteruan politik yang menjijikkan, yang mencederai agama itu sendiri. Pada tahun itu pula, HTI berkabung—badan hukumnya dicabut.

Banyak spekulasi muncul menyikapi dibubarkannya HTI. Ada yang menyayangkan langkah pemerintah karena akan membuat para aktivis HTI meradang dan, tentu, akan semakin masif pergerakannya, sekalipun tak berpayung organisasi. Tidak sedikit pula yang optimis bahwa satu benalu sudah ditumpas Indonesia aman. Tetapi, benarkah demikian?

Tidak. Kita flashback ke bulan Ramadhan kemarin. Ismail Yusanto, Felix Siauw, dkk, terang-terangan menggelar kajian rutin yang intinya mendesak kesadaran masyarakat akan pentingnya mendirikan khilafah. Ciri-ciri pemimpin ideal diulas, sejarah raja-raja Islam di masa lalu menjadi ikon ghirah mereka. Ironi, tidak ada larangan atas kajian-kajian itu. Mereka bebas bergerak—makar.

Yang sangat mengejutkan, beberapa waktu lalu, saat FPI, PA 212, dan GNPF menggelar demo di DPR, menolak RUU HIP. Bendera hitam-putih berkalimat tauhid, yang notabene bendera Hizbut Tahrir, tampak berkibar di antara para demonstran. Kita sudah tidak lagi bisa membedakan FPI dan HTI kecuali dengan mengajukan pertanyaan: sejak kapan menggulingkan pemerintah jadi agenda FPI?

Secara haluan besar, ada dua perbedaan signifikan antara FPI dengan HTI. Agenda FPI adalah menjadikan Islam di Indonesia berposisi lebih tinggi dari agama lainnya, tetapi tidak sampai berniat menjatuhkan pemerintah. Mereka menyebutnya NKRI Bersyariah. Sementara agenda utama HTI adalah mendirikan khilafah, menumbangkan pemerintah yang sah dan men-thaghut-kannya.

Dari situlah, melihat polarisasi HTI dan FPI hari ini, ada sinyal tranformasi pergerakan politik di dan antara keduanya. FPI dengan NKRI Bersyariah-nya, dan HTI dengan khilafahnya, sudah tidak lagi beda. Di lapangan, mereka sama-sama menuntut presiden tumbang, menjelekkan pemerintah, sambil mengibarkan bendera hitam-putih Hizbut Tahrir. Apakah organisasi Habib Rizieq tengah dirasuki HTI?

Pra-Pasca Habib Rizieq

Kita bisa melihat titik tolak, di mana FPI mengalami pergeseran orientasi pergerakan politiknya, yaitu perginya Habib Rizieq ke Arab Saudi. Sekalipun ia berada di jauh, loyalitas pengikutnya tidak surut, bahkan semakin kuat. Tidak jarang, di masyarakat, beredar ungkapan begini: “Imam Besar dikriminalisasi pemerintah Indonesia, padahal di tanah suci dihormati masyarakat.”

Habib Rizieq adalah ulama ahlussunnah wal jama’ah. Ia dengan tegas, dalam suatu ceramahnya, mengkritik tokoh-tokoh Wahabi di Indonesia. Yazid Jawaz, Firanda Andirja, Khalid Basalamah, Saafiq Bawazir, dll, adalah tokoh Wahabi pembenci Asy’ariah yang dikritik oleh Habib Rizieq. Dari situ bisa kita amati, ia ulama yang anti-takfiri, dan di mata sementara masyarakat, ia adalah pembela Islam yang sebenarnya.

FPI sebelum Habib Rizieq ke Arab Saudi, adalah laskar Islam yang sensitif terhadap masalah yang berkaitan dengan agama. Kasus Ahok tentang Al-Maidah [5]: 51 adalah bukti konkret atas hal itu. Saat demo berjilid-jilid pun, kesepakatan pun dibuat, bersama Kapolri misalnya, untuk melakukannya secara damai tanpa anarki. Sang Habib tak benci pemerintah karena sistem kenegaraan, melainkan benci bila pemerintah terkesan diskriminatif terhadap Islam itu sendiri.

BACA JUGA  Melawan Otoritarianisme-Radikalisme dengan Tradisi Kritisisme

Beda halnya dengan Hizbut Tahrir, yang mutlak benci pemerintah tanpa alasan apa pun, murni karena ingin menggantikan posisi kekuasaan. Islam hanyalah tumbal mereka. Orientasi pergerakan FPI dengan HTI ini memperlihatkan esensi yang kontras. Tetapi itu terjadi sebelum Habib Rizieq meninggalkan tanah air. Pasca ia pergi, lain lagi halnya. Diam-diam, HTI menyelinap.

Tidak hanya dibuktikan dengan berkibarnya bendera putih-hitam dalam aksi-aksi demo, masuknya HTI ke tubuh FPI—entah dalam rangka menyatukan kekuataan atau karena anomali belaka—juga dapat dilihat jelas melalui fakta bahwa stigma ‘radikalis-ekstremis’ menempel kepada mereka. Padahal, substansi radikalisme adalah melakukan konfrontasi terkait sistem. FPI demikian? Tidak.

FPI hanya ingin membuat Indonesia lebih bersyariah, tanpa mengutak-atik apa pun dalam Pancasila. Tidak demikian dengan HTI. Tujuan utama organisasi Ismail Yusanto dan Felix Siauw itu jelas ingin menumbangkan pemerintah Indonesia.

HTI Ingin NKRI Tumbang

Ini bukan lagi rahasia umum. Tokoh yang diustazkan macam Felix memikat banyak orang. Terbaru, Baim Wong, YouTuber yang tidak tahu-menahu soal ideologi Felix, malah ikut pengajiannya sebagai konten di kanalnya sendiri. Sontak netizen reaktif. Semua orang sudah menyadari, selaku dedengkot Hizbut Tahrir, Felix adalah sosok berbahaya bagi Indonesia.

Keinginan HTI sejak masuk ke negeri ini memang untuk menumbangkan pemerintahan yang sah, mengubah tatanan negara dengan dustur mereka. Para agennya barangkali melihat peluang memanfaatkan FPI untuk agenda politik makar mereka. Maka tidak mengherankan, meski senyap, bahkan tak disadari oleh anggota FPI itu sendiri, laun tapi pasti, mereka menguasainya.

Sampai NKRI tumbang, HTI tidak akan berhenti berulah. Masabodoh dengan celaan orang-orang, justru yang menentang khilafah bagi mereka adalah thaghut. Transformasi pergerakan politiknya adalah yang paling riskan. Kalau pemerintah, suatu saat, berniat membubarkan FPI juga, maka catat satu fakta: semua gara-gara para dedengkot Hizbut Tahrir yang menyelundup ke organisasi mereka.

Sampai di sini, menjadi wajib kita pahami duduk masalahnya. Musuh bersama kita bukanlah organisasi tertentu, melainkan ideologi. Ia tidak berbentuk, tetapi terpampang jelas di otak setiap korbannya. Khilafah palsu yang diindoktrinasi kepada mereka melampaui sekat organisasi apa pun. Sekarang, di hadapan kita, hal itu mewujud. FPI bukan lagi yang dulu. Sekarang, ia berbau HTI.

Oleh karena ideologi, maka yang diperangi adalah ideologinya. Artinya, stigmatisasi organisasi tertentu tidak efektif meminimalisir radikalisme cs, justru memecah-belah persatuan. FPI bukan musuh, Habib Rizieq tidak patut dihina. Yang harus diberantas adalah ideologi perongrong persatuan NKRI yang bercokol di kepala-kepala umat. Hizbut Tahrir di tubuh FPI itulah yang harus dimusnahkan.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru